KEARIFAN LOKAL MADURA
MENGKONVERSI TUMBUHAN OBAT
A.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
kearifan Lokal dan
Pembangunan Indonesia
Sebagaimana kita tahu, Indonesia
terletak diantara dua samudra dan dua benua. Menjadikan negara tersebut
memiliki keanekaragaman suku dan budaya.Pembangunan di Indonesia sebenarnya
sudah meningkat setiap tahunnya, namun sayangnya belum merata di setiap
daerah. Salah satu penyelesaian yang mungkin dilakukan adalah, pembangunan
dengan mengutamakan kearifan lokal dan kearifan budaya lokal.
Apakah Kearifan Budaya Lokal
itu?
Menurut Direktur Afri-Afya,
Caroline Nyamai-Kisia, kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang
diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang
terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan
Dalam kearifan lokal, terkandung
pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan
lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan
budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka
waktu yang lama.
Jadi, untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah, hendaknya pemerintah mengenal lebih dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran pembangunan tersebut. Adalah sangat membuang tenaga dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata tersebut adalah "ikon" atau sumber pendapatan yang mampu mensejahterakan rakyat didaerah itu. Atau lebih sederhananya, sebuah pembangunan akan menjadi sia-sia jika pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau potensi yang tepat untuk pembangunan didaerah tersebut.
Jadi, untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah, hendaknya pemerintah mengenal lebih dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran pembangunan tersebut. Adalah sangat membuang tenaga dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata tersebut adalah "ikon" atau sumber pendapatan yang mampu mensejahterakan rakyat didaerah itu. Atau lebih sederhananya, sebuah pembangunan akan menjadi sia-sia jika pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau potensi yang tepat untuk pembangunan didaerah tersebut.
Dan apakah yang akan terjadi
setelah itu? Pembangunan tersebut akan tidak tepat sasaran, bahkan mungkin akan
menyengsarakan rakyat dan tidak membawa kemajuan berarti karena ketidak pahaman
pemerintah terhadap kearifan lokal maupun kearifan budaya lokal pada daerah
tersebut. Seperti halnya pertambangan emas di wilayah timur Indonesia.
Mungkin mereka membawa keuntungan bagi negara, tapi bagaimanakah tingkat
kesejahteraan penduduknya? Nampaknya mereka masih ada pada garis kemiskinan
yang mengakibatkan kurangnya pendidikan.
Pembangunan yang tepat bukan
berarti menghilangkan adat istiadat atau menghilangkan kekayaan budaya pada
suatu daerah, tapi sebenarnya, memajukan potensi dan kekayaan yang ada pada
daerah tersebut. Sebab, jika pembangunan malah menghilangkan adat istiadat,
maka bisa dipastikan bahwa bangsa tersbut akan kehilangan jati dirinya.
BAB 2
B.
ISI
a. Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam
Mengkonservasi Tumbuhan Obat
untuk keperluan menjaga kesehatan
misalnya : jamu perawatan tubuh, jamu pasca melahirkan, jamu mengencangkan
payudara, mempertahankan samina, jamu rapat, dan lain-lain. Adapun
tumbuhan-tumbuhan yang sering digunakan masyarakat Madura adalah daun Jahe (Zingiber
officinale), pinang muda (Areca catechu), bunga padma (Rafflesia
zollingeriana), sirih (Piper betle),adas (Foeniculum vulgare), pulasari
(Alyxia reindwardti), jintan putih (Cumimum cyminum), pala (Myristica
fragrans), pepaya gantung (Carica papaya), pegagan (Centella
asiatica), dan srikaya (Annona squamosa), sirih (Piper betle), temu
kunci (Boesenbergia pandurata), kunci pepet (Kaempferia angustifolia), kayu
rapat (Parameria laevigata), kulit buah delima (Punica granatum) dan lain-lain. (Rifa’i,
2000).
Menurut Rifa’i (2000), pada zaman
dahulu potensi pengetahuan akan racikan tumbuhan obat ini didukung dengan
tersedianya berbagai macam tumbuhan yang biasa menjadi tanaman pekarangan
masyarakat, akan tetapi sekarang ini, tumbuh-tumbuhan tersebut keberadaannya
menjadi sangat sulit ditemukan atau menjadi liar seiring dengan keengganan
masyarakat untuk memanfaatkan dan menanamnya. Hilangnya pengetahuan pribumi
dikhawatirkan lebih cepat dibandingkan dengan menyusutnya keanekaragaman hayati
tumbuh-tumbuhannya sendiri (Purwanti, 2001). Apabila hal ini dibiarkan
terus-menerus, maka dikhawatirkan kepunahan tidak hanya terjadi pada
tumbuhannya saja, akan tetapi pengetahuan tentang tumbuhan obat pada
masayarakat Madura tersebut akan punah pula.
Kebutuhan industri obat tradisional
yang cukup besar terhadap tumbuh-tumbuhan tersebut juga telah mengakibatkan
eksplorasi terus-menerus dan mengancam keberadaannya, sehingga perusahaan obat
tradisional di Indonesia diperoleh dari upaya pengambilan dari hutan dan
pekarangan tanpa adanya upaya untuk membudidayakannya.
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka diperlukan suatu konsep pengelolaan pemanfaatan tumbuhan obat dengan
tujuan untuk dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dalam aspek
pengobatan dan juga peningkatan ekonomi. Apabila masyarakat telah
mendayagunakan tumbuh-tumbuhan obat tersebut, maka secara tidak langsung
masyarakat juga akan menjaga keberadaan tumbuhan obat di sekitar lingkungan
mereka.
b. Analisis Swot
Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat
1. Kekuatan (Strengths)
Kekuatan pada aspek sumber
daya dan etnobotani terletak pada kekayaan pengetahuan masyarakat dalam
memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan jamu dan nilai multiguna tumbuhan obat itu
sendiri. Pada aspek ekonomi, kekuatan terletak pada tingginya kontribusi
pendapatan upaya budidaya tanaman obat terhadap pendapatan total petani,
kontribusi pengolahan jamu oleh jamu gendong sebesar, dan pengusaha IKOT
sebesar. Aspek kelembagaan dalam pengolahan jamu adalah dibentuknya
Paguyuban Jamu Tradisional Madura serta dukungan pemerintah daerah seperti
Dinas Perekonomian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, dan
Dinas Kesehatan diharapkan mampu mengangkat jamu Madura sebagai salah satu
ujung tombak penggerak perekonomian lokal.
2. Kelemahan (Weaknesses)
Dari aspek sumber
daya antara lain penguasaan teknologi budidaya tanaman obat oleh petani
masih sangat rendah, lemahnya modal untuk pengembangan pengusahaan tanaman obat
dan produk jamu, sebagian besar bahan baku jamu Madura masih harus
didatangkan dari luar Pulau Madura. Dari aspek etnobotani, sistem
pewarisan pengetahuan tentang tumbuhan obat dan tatacara meracik jamu pada
sebagian masyarakat masih tertutup. Faktor kelembagan lokal di
tingkat petani masih lemah dan sebagian lagi belum berfungsi. Dalam aspek
kebijakan, belum adanya strategi dan kebijakan operasional yang terpadu dan
menyangkut keseluruhan kegiatan agribisnis/agroindustri tumbuhan obat.
3. Peluang (Oppurtunies)
Berdasarkan aspek
sumberdya kecenderungan konsumen global, nasional maupun lokal untuk
kembali ke alam (back to nature). Berdasarkan aspek ekonomi, potensi pasar
lokal dan luar yang sedang berkembang dapat menjadi peluang untuk pengembangan
jamu Madura. Preferensi sebagian besar masyarakat Kabupaten Pamekasan terhadap
jamu dapat menjadi peluang bagi industri jamu di Kabupaten dalam rangka
memenuhi permintaan pasar lokal. Komitmen pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk
menjadikan beberapa komoditas tumbuhan obat dan jamu Madura sebagai produk
unggulan lokal merupakan peluang yang sangat prospektif dalam pengusahaan
tumbuhan obat dan produknya.
4. Ancaman (Threats)
Dari
aspek sumberdaya semakin berkurangnya atau semakin langkanya bahan
baku jamu yang didatangkan dari luar Pulau Madura. Dari aspek ekonomi,
masuknya berbagai macam jamu yang diproduksi oleh perusahaan besar seperti
Sidomuncul, Jamu Iboe, dan lain-lain dapat menjadi ancaman dalam pengembangan
jamu lokal. Dari aspek sosial budaya, ancaman terletak pada pengaruh
budaya luar/asing yang melunturkan budaya daerah contohnya kecenderungan
pemanfaatan jamu yang sudah dimulai ditinggalkan oleh kaum muda.
Dari aspek kebijakan, program pemerintah daerah yang belum terencana
secara terpadu dan terkesan sektoral hanya menghambur-hamburkan anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD) sehingga sulit untuk mengharapkan PAD dari agroindustri
tumbuhan obat ini.
c. usaha
dan Strategi Pengelolaan Tumbuhan Obat di Madura
Langkah-langkah yang dapat diambil
diantaranya:
Aspek sumber dayaMelakukan kajian
intensif disertai dengan pembudidayaan intensif melalui optimalisasi fungsi
pekarangan dan lahan pertanian lainnya. Disamping itu memanfaatkan informasi
pasar yang berkembang baik di tingkat lokal maupun luar daerah sehingga akan
memberikan motivasi bagi petani untuk membudidayakannya, yang secara tidak
langsung menjaga ketersediaan bahan jamu Madura.
Aspek EkonomiKegiatan budidaya TO
yang dilakukan oleh petani maupun pembuatan jamu yang dilakukan oleh pengusaha
IKOT memerlukan kemitraan yang tepat agar dapat berkembang. Pusat inkubator
agribisnis, kelembagaan desa, Pemkab, dan Universitas setempat harus
berkewajiban memberikan dukungan insentif guna mendorong motivasi kelanjutan
usaha TO dengan memberdayakan KUD.
Aspek Sosial BudayaPenguatan
kelembagaan lokal dilakukan dengan membentuk kader-kader kelompok tani dan
pengusaha jamu dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci dalam masyarakat lokal.
Organisasi kemasyarakatan seperti karang taruna, aliansi kepemudaan, PKK,
kelompok-kelompok swadaya masyarakat dapat difungsikan sebagai sarana
komunikasi dan upaya transfer tekno-ekonomi.
BAB 3
C.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa kearifan lokal sangat mendukung
perkembangan budaya. Karena tanpa dukungan kearifan lokal perkembangan
kebijakan tidak mungkin sampai pada tujuannya yaitu mensejahterakan kehidupan
manusia dalam bermasyarakat.
Karena dengan
kearifan lokal manusia dituntun untuk mengembangkan kebijakan secara bijak dan
baik. Jika kearifan lokal yang dikembangkan tidak didasarkan pada ilmiah
maka yang terjadi banyak kebijakan sulit untuk diterima dari rasional manusia,
dan malah akan menjerumuskan manusia.
Sehingga
perkembangan dan penerapan kearifan lokal tidak dapat berjalan sendiri-sendiri
melainkan harus saling berkoordinasi.
Secara
ontologi, hakikat antara kearifan lokal dengan kaidah kebijakan bahwa kearifan
lokal sebagai kendali dari penggunaan kebijakan agar budaya tersebut dapat
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam
penerapannya kearifan lokal harus berlandaskan kebijakan bersama di suatu
daerah. Setiap daerah di indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda,
seperti kearifan lokal di Madura . Kita sebagai generasi penerus
seharusnya bangga memiliki kearifan lokal daerah yang beragam, bukan cenderung
melupakan kearifan lokal yang saat ini di anggap sebagai hal yang kuno atau
tidak penting.
DAFTAR PUSTAKA
Kearifan
Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat » Lontar Madura http://lontarmadura.com/kearifan-lokal-masyarakat-madura-dalam-mengkonservasi-tumbuhan-obat-2/#ixzz2RTre5wAZ