Selasa, 30 April 2013

ILMU BUDAYA DASAR

KEARIFAN LOKAL MADURA 
MENGKONVERSI TUMBUHAN OBAT

A.        PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
kearifan Lokal dan Pembangunan  Indonesia



Sebagaimana kita tahu, Indonesia terletak diantara dua samudra dan dua benua. Menjadikan negara tersebut memiliki keanekaragaman suku dan budaya.Pembangunan di Indonesia sebenarnya sudah meningkat setiap tahunnya, namun sayangnya belum merata di setiap daerah. Salah satu penyelesaian yang mungkin dilakukan adalah, pembangunan dengan mengutamakan kearifan lokal dan kearifan budaya lokal. 
Apakah Kearifan Budaya Lokal itu? 
Menurut Direktur Afri-Afya, Caroline Nyamai-Kisia, kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.

Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan
Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Jadi, untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah, hendaknya pemerintah mengenal lebih dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran pembangunan tersebut. Adalah sangat membuang tenaga dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata tersebut adalah  "ikon" atau sumber pendapatan yang mampu mensejahterakan rakyat didaerah itu. Atau lebih sederhananya, sebuah pembangunan akan menjadi sia-sia jika pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau potensi yang tepat untuk pembangunan didaerah tersebut.
Dan apakah yang akan terjadi setelah itu? Pembangunan tersebut akan tidak tepat sasaran, bahkan mungkin akan menyengsarakan rakyat dan tidak membawa kemajuan berarti karena ketidak pahaman pemerintah terhadap kearifan lokal maupun kearifan budaya lokal pada daerah tersebut. Seperti halnya pertambangan emas di wilayah timur Indonesia.  Mungkin mereka membawa keuntungan bagi negara, tapi bagaimanakah tingkat kesejahteraan penduduknya? Nampaknya mereka masih ada pada garis kemiskinan yang mengakibatkan kurangnya pendidikan. 
Pembangunan yang tepat bukan berarti menghilangkan adat istiadat atau menghilangkan kekayaan budaya pada suatu daerah, tapi sebenarnya, memajukan potensi dan kekayaan yang ada pada daerah tersebut. Sebab, jika pembangunan malah menghilangkan adat istiadat, maka bisa dipastikan bahwa bangsa tersbut akan kehilangan jati dirinya. 











BAB 2
B.      ISI
a.       Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat


Masyarakat Madura telah lama mempraktekkan tumbuhan sebagai obat tradisional atau yang lebih sering disebut “jamu”. Secara umum minum jamu yang diracik dari tumbuh-tumbuhan telah menjadi kebisaan keluarga dan masyarakat Madura, khususnya yang masih berdarah biru (keturunan dan kerabat raja) (Handayani, 2003). Kebiasaan minum jamu yang begitu melekat ini telah menimbulkan suatu prinsip “lebih baik tidak makan daripada tidak minum jamu” (Rifa’i, 2000). Berdasarkan bentuknya, jamu Madura sebagaimana jamu yang dibuat di Pulau Jawa dapat dikelompokkan menjadi lima macam jamu, yaitu: Jamu Segar. (2) Jamu Godokan. (3) Jamu Seduhan.  Dan (4) Jamu Oles.Menurut Handayani (2003) umumnya ramuan Madura mengandung banyak resep
untuk keperluan menjaga kesehatan misalnya : jamu perawatan tubuh, jamu pasca melahirkan, jamu mengencangkan payudara, mempertahankan samina, jamu rapat, dan lain-lain. Adapun tumbuhan-tumbuhan yang sering digunakan masyarakat Madura adalah daun Jahe (Zingiber officinale), pinang muda (Areca catechu), bunga padma (Rafflesia zollingeriana), sirih (Piper betle),adas (Foeniculum vulgare), pulasari (Alyxia reindwardti), jintan putih (Cumimum cyminum), pala (Myristica fragrans), pepaya gantung (Carica papaya), pegagan (Centella asiatica), dan srikaya (Annona squamosa), sirih (Piper betle), temu kunci (Boesenbergia pandurata), kunci pepet (Kaempferia angustifolia), kayu rapat (Parameria laevigata), kulit buah delima (Punica granatum) dan lain-lain. (Rifa’i, 2000).
Menurut Rifa’i (2000), pada zaman dahulu potensi pengetahuan akan racikan tumbuhan obat ini didukung dengan tersedianya berbagai macam tumbuhan yang biasa menjadi tanaman pekarangan masyarakat, akan tetapi sekarang ini, tumbuh-tumbuhan tersebut keberadaannya menjadi sangat sulit ditemukan atau menjadi liar seiring dengan keengganan masyarakat untuk memanfaatkan dan menanamnya. Hilangnya pengetahuan pribumi dikhawatirkan lebih cepat dibandingkan dengan menyusutnya keanekaragaman hayati tumbuh-tumbuhannya sendiri (Purwanti, 2001). Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, maka dikhawatirkan kepunahan tidak hanya terjadi pada tumbuhannya saja, akan tetapi pengetahuan tentang tumbuhan obat pada masayarakat Madura tersebut akan punah pula.
Kebutuhan industri obat tradisional yang cukup besar terhadap tumbuh-tumbuhan tersebut juga telah mengakibatkan eksplorasi terus-menerus dan mengancam keberadaannya, sehingga perusahaan obat tradisional di Indonesia diperoleh dari upaya pengambilan dari hutan dan pekarangan tanpa adanya upaya untuk membudidayakannya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu konsep pengelolaan pemanfaatan tumbuhan obat dengan tujuan untuk dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dalam aspek pengobatan dan juga peningkatan ekonomi. Apabila masyarakat telah mendayagunakan tumbuh-tumbuhan obat tersebut, maka secara tidak langsung masyarakat juga akan menjaga keberadaan tumbuhan obat di sekitar lingkungan mereka.

b. Analisis Swot Kearifan Lokal  Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat
1. Kekuatan (Strengths)
Kekuatan pada aspek sumber daya dan etnobotani terletak pada kekayaan pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan jamu dan nilai multiguna tumbuhan obat itu sendiri. Pada aspek ekonomi, kekuatan terletak pada tingginya kontribusi pendapatan upaya budidaya tanaman obat terhadap pendapatan total petani, kontribusi pengolahan jamu oleh jamu gendong sebesar, dan pengusaha IKOT sebesar. Aspek kelembagaan dalam pengolahan jamu adalah dibentuknya Paguyuban Jamu Tradisional Madura serta dukungan pemerintah daerah seperti Dinas Perekonomian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, dan Dinas Kesehatan diharapkan mampu mengangkat jamu Madura sebagai salah satu ujung tombak penggerak perekonomian lokal.
2. Kelemahan (Weaknesses)
Dari aspek sumber daya antara lain penguasaan teknologi budidaya tanaman obat oleh petani masih sangat rendah, lemahnya modal untuk pengembangan pengusahaan tanaman obat dan produk jamu,  sebagian besar bahan baku jamu Madura masih harus didatangkan dari luar Pulau Madura. Dari aspek etnobotani, sistem pewarisan pengetahuan tentang tumbuhan obat dan tatacara meracik jamu pada sebagian masyarakat masih tertutup. Faktor kelembagan lokal di tingkat petani masih lemah dan sebagian lagi belum berfungsi. Dalam aspek kebijakan, belum adanya strategi dan kebijakan operasional yang terpadu dan menyangkut keseluruhan kegiatan agribisnis/agroindustri tumbuhan obat.

3. Peluang (Oppurtunies)
Berdasarkan aspek sumberdya kecenderungan konsumen global, nasional maupun lokal untuk kembali ke alam (back to nature). Berdasarkan aspek ekonomi, potensi pasar lokal dan luar yang sedang berkembang dapat menjadi peluang untuk pengembangan jamu Madura. Preferensi sebagian besar masyarakat Kabupaten Pamekasan terhadap jamu dapat menjadi peluang bagi industri jamu di Kabupaten dalam rangka memenuhi permintaan pasar lokal. Komitmen pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk menjadikan beberapa komoditas tumbuhan obat dan jamu Madura sebagai produk unggulan lokal merupakan peluang yang sangat prospektif dalam pengusahaan tumbuhan obat dan produknya.
 4. Ancaman (Threats)
Dari aspek sumberdaya semakin berkurangnya atau semakin langkanya bahan baku jamu yang didatangkan dari luar Pulau Madura. Dari aspek ekonomi, masuknya berbagai macam jamu yang diproduksi oleh perusahaan besar seperti Sidomuncul, Jamu Iboe, dan lain-lain dapat menjadi ancaman dalam pengembangan jamu lokal. Dari aspek sosial budaya, ancaman terletak pada pengaruh budaya luar/asing yang melunturkan budaya daerah contohnya kecenderungan pemanfaatan jamu yang sudah dimulai ditinggalkan oleh kaum muda. Dari aspek kebijakan, program pemerintah daerah yang belum terencana secara terpadu dan terkesan sektoral hanya menghambur-hamburkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sehingga sulit untuk mengharapkan PAD dari agroindustri tumbuhan obat ini.

c.   usaha dan Strategi Pengelolaan Tumbuhan Obat di Madura
      Langkah-langkah yang dapat diambil diantaranya:
Aspek sumber dayaMelakukan kajian intensif disertai dengan pembudidayaan intensif melalui optimalisasi fungsi pekarangan dan lahan pertanian lainnya. Disamping itu memanfaatkan informasi pasar yang berkembang baik di tingkat lokal maupun luar daerah sehingga akan memberikan motivasi bagi petani untuk membudidayakannya, yang secara tidak langsung menjaga ketersediaan bahan jamu Madura.

Aspek EkonomiKegiatan budidaya TO yang dilakukan oleh petani maupun pembuatan jamu yang dilakukan oleh pengusaha IKOT memerlukan kemitraan yang tepat agar dapat berkembang. Pusat inkubator agribisnis, kelembagaan desa, Pemkab, dan Universitas setempat harus berkewajiban memberikan dukungan insentif guna mendorong motivasi kelanjutan usaha TO dengan memberdayakan KUD.

Aspek Sosial BudayaPenguatan kelembagaan lokal dilakukan dengan membentuk kader-kader kelompok tani dan pengusaha jamu dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci dalam masyarakat lokal. Organisasi kemasyarakatan seperti karang taruna, aliansi kepemudaan, PKK, kelompok-kelompok swadaya masyarakat dapat difungsikan sebagai sarana komunikasi dan upaya transfer tekno-ekonomi.

BAB 3
C.      PENUTUP
a.       Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa kearifan lokal sangat mendukung perkembangan budaya. Karena tanpa dukungan kearifan lokal perkembangan kebijakan tidak mungkin sampai pada tujuannya yaitu mensejahterakan kehidupan manusia dalam bermasyarakat.
Karena dengan kearifan lokal manusia dituntun untuk mengembangkan kebijakan secara bijak dan baik. Jika kearifan lokal yang dikembangkan tidak didasarkan pada ilmiah maka yang terjadi banyak kebijakan sulit untuk diterima dari rasional manusia, dan malah akan menjerumuskan manusia. 
Sehingga perkembangan dan penerapan kearifan lokal tidak dapat berjalan sendiri-sendiri melainkan harus saling berkoordinasi.
Secara ontologi, hakikat antara kearifan lokal dengan kaidah kebijakan bahwa kearifan lokal sebagai kendali dari penggunaan kebijakan agar budaya tersebut dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. 
Dalam penerapannya kearifan lokal harus berlandaskan kebijakan bersama di suatu daerah. Setiap daerah di indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda, seperti kearifan lokal di Madura . Kita sebagai generasi penerus seharusnya bangga memiliki kearifan lokal daerah yang beragam, bukan cenderung melupakan kearifan lokal yang saat ini di anggap sebagai hal yang kuno atau tidak penting.


DAFTAR PUSTAKA